Selamat Datang di blogku kembali. Kali ini aku ingin membahas secuil pandanganku mengenai demokrasi, penyampaian pendapat, dan terlebih.. apakah sudah tepat pendapat yang kita sampaikan. langsung saja, pembahasannya ada di bawah. Happy reading!
Jadi untuk menyampaikan pendapat di dunia demokrasi... kalau aku saat ini lebih sering mengambil langkah diam dan mencari tahu apa perspektif lain dari masalah yang dibahas. Coba kita bahas di lingkungan terkecil yaitu kampusku sendiri (UNY). terlahir dari keluarga yang bekerja di lingkungan dosen UNY, tentu cara pandangku dibanding anak anak Himpunan Mahasiswa (HIMA), BEM, maupun organisasi politik semacamnya akan sangat berbeda. Ini didasari karna aku mengenal dosen-dosen UNY, aku tahu siapa mereka, track record mereka, jajarannya, petinggi petingginya, aku kenal mereka dan mereka adalah orang orang hebat yang dahulunya juga merasakan pahit hidup dan kerasnya kehidupan.
Tidak pernah aku melakukan demo dilingkungan kampus, dan bahkan dengan sosial media(WA), kadang aku menjadi pemukul mundur dan penetral dari emosi emosi teman-temanku. Status WA-ku kadang berputar balik dari mereka. Beberapa kejadian demo di kampus kadang membuat hatiku terbakar, marah, dan merasa teman-teman tidak etis. Sering aku dipojokkan dan diminta pendapat tentang kondisi kampus, tentang kebijakan-kebijakan yang menurut mereka salah. Lantas apa yang aku lakukan? Kadang aku diam, karena bagiku mereka tidak butuh jawaban, mereka hanya emosi atas hal yang menurut mereka kurang pas, aku hanya membuka suara ketika mereka mau membuka pemikiran bahwa "ada loh perspektif lainnya seperti ini".
Karena menurutku, jangan sampai kita menelan ludah sendiri.
Suatu keputusan/regulasi, pasti dibahas oleh ahlinya dab oleh orang orang yang sudah berpengalaman. Apa sebanding, pemikiran seorang Rektor dan Wakil Rektor (yang sudah berkelana ke penjuru negeri hingga dunia, yang sudah sanggup menafkahi keluarganya hingga sanak saudaranya bahkan karyawannya) dibanding mahasiswa yang belum tahu apakah masa depannya cerah atau tidak, mau kerja dimana, kadang cita cita bisa ganti ganti, ya seperti itu. Karena menurutku, misalkan teman-teman suatu saat menduduki diposisi pengambil keputusan serupa, mungkin tidak akan jauh berbeda tentang langkah yang akan diambil. Ibarat contoh orang orang seperti Fahri Hamzah, Fadli Zon, dll yang ada di DPR sekarang, dahulu mereka adalah aktivis 1998, ikut berdemo ke Senayan atas apapun yang menurut mereka ada dari keputusan DPR yang kurang pas. ?alu saat ini? Gantian mahasiswa mendemo keputusan FH dan FZ (sebagai DPR) tentang keputusan yang tidak pas juga. Begitu terus siklusnya. Karena ketika kita berada di perspektif lain, pasti pandangan kita akan lain.
Contoh lain. yang sudah heboh bahkan hingga sekarang. UU Cipta Kerja. Berapa banyak demo dimana mana. Mahasiswa menganggap keputusan yang sudah dirapatkan DPR, Presiden, hingga Mentri Mentrinya kurang pas. Lagi, hanya menurutku, apakah sebanding pemikiran dan perspektif dari mahasiswa mampu seimbang dengan pemikiran, informasi, perspekif global yang ada di kepala bapak Presiden, DPR, Mentri Keuangan Ibu Sri Mulyani, Mentri Luar Negeri Ibu Retno Marsudi, Menteri MARVES Bapak Luhut Binsar P, dll.
Dahulu aku pernah diterima pada program Transfer Kredit Internasional(online). Salah satunya program tersebut aku ikut kelas di Asia University(Taiwan) yang seharusnya hanya diikuti mahasiswa S2 dan S3, tapi sungguh baiknya profesor disana membolehkanku ikut mendengarkan dan mengikuti mata kuliah Bisnis Internasional. Disatu kesempatan ada pembahasan tentang UU Cipta Kerja yang pemerintah indonesia gencarkan, dan tahukan hasil diskusi para mahasiswa Master dan PhD dan respon profesor disana?
Bahwa mereka menyatakan UU tersebut adalah langkah yang tepat dan akan membuat Indonesia lebih maju. Bayangkan, Undang-undang di Indonesia itu saja dibahas di kelas kelas internasional diluar sana, dan mendapatkan respon positif. Namun, di kalangan mahasiswa indonesia banyak yang mendemo. Jadi, kembali lagi, banyak perspektif di segala hal, apapun itu, dan kita harus cerdas menggunakannya.
Oiya walaupun argumenku diatas sebanyak ini, aku tidak mengatakan dan melarang demo atau menyuarakan pendapat semacam itu, di negara demokrasi, demo itu hal yang wajar dan menurutku juga wajib ada, juga merupakan bukti bahwa kepedulian rakyat dari berbagai kalangan memiliki masalah yang dihadapi. Toh aku tidak pernah absen untuk demo pembebasan Palestina di titik nol kilometer. sudah 2 kali.
#demokrasi #demo
Comments
Post a Comment